Halo kamu,
Aku sangat benci mengingat senyummu. Aku
benci menyadari bahwa aku masih jatuh cinta dengan senyum itu. Aku benci
mengingat setiap lekuk wajahmu, mata sipitmu, alismu yang menyatu, dan bibir tebalmu
yang masih saja membuatku enggan berpaling. Aku benci menerima kenyataan bahwa
hari ini dan mungkin nanti, aku tidak lagi punya kesempatan untuk memandangimu.
Setelah aku dengan tersirat memintamu
pergi, tentu ada yang berbeda. Kamu tidak tahu, aku ingin mengirimimu pesan,
tapi aku tak kuasa. Kamu tidak mengerti hari – hari yang kurasa semakin sepi
karena tidak bisa bertemu denganmu lagi, Kamu tidak paham bagaimana bodohnya
aku merindukan caramu memelukku, merangkulku, menenangkanku ketika aku
menangis, dan aku selalu percaya begitu saja pada kata – katamu (yang disisi
lalin diriku, itu semua ku anggap bullshit) seakan kamu mengintip masa depanku.
Aku selalu percaya begitu mudah, saat
kamu bilang cinta, dan menjadikanku salah satu diantara gadis – gadismu. Aku
luluh begitu saja, ketika kamu mengatakan cinta pertemuan akhir di pertengahan
desember itu. Dan aku goyah begitu saja ketika kamu memelukku dan meyakinkan
diriku bahwa aku memilikimu. Aku menerima begitu saja, ketika kamu lebih
mementingan gadis lain dibanding aku. Aku menurut begitu saja ketika kamu
menganggapku biasa di depan teman – temanmu, ketika kamu menyembunyikan aku
dari sorotan mata dunia. Aku percaya padamu, terlalu percaya, terlalu cinta---
dan bagiku itu sebuah masalah
Aku percaya kamu bisa membahagiakanku,
aku percaya sepenuh hati, bahwa sebenarnya kamu hanya mencintaiku, namun kamu
tak mungkin meninggalkan gadis – gadismu karena kamu tak tega menyakiti mereka.
Aku percaya, semua rasa mengalah yang aku berikan, semua air mata yang terjatuh
saat aku bimbang karenamu, akan segera berganti menjadi kedamaian. Aku tidak
mengerti mengapa aku percaya padamu semudah itu. Aku melihat dalam dirimu, ada
kesamaan diantara kita. Aku mencintai dirimu, dan kamu mencintai dirimu
sendiri. Aku percaya padamu dan telah menjadikanmu separuh diriku, dan setelah
keputusanku. Aku tau, aku menjalani hari sebagai aku yang tak utuh
Sehari setelah aku mengatakan kita
selesai, masih ku rasa aku tak begitu yakin meninggalkanmu. Hal itu masih
terjadi dan sangatlah tidak asing, setelah berkali – kali aku mencoba
meninggalkanmu. Ketika semua tentangmu mulai ku hapus dari memori laptop &
handphoneku. Seringkali, terbesit pikiranku untuk memintamu kembali, tetapi aku
sadar diri, aku tidak bisa selalu berada dan bersaing dengan gadis – gadismu. Aku
hanya berdosa jidka aku menginginkanmu meninggalkan mereka dan hidup baru
bersamaku. Aku tak sekuat itu dan tak mau sejahat itu.
Kamu ingat? Malam hari, kamu marah besar
padaku. Kamu mengutarakan kekecewaanmu karena kamu merasa aku mengingkar janji.
Kamu tak suka aku berbagi beban pada sahabatku ketika kamu sendiri tak mau
mendengarkan keluh kesahku, aku mengerti bebanmu telah banyak. Kamu banyak
masalah, dan aku tak mau membagi bebanku padamu. Tapi, aku juga tak kuat
menahannya sendiri.
Kamu tahu, malam itu, aku menangis
membaca pesanmu dengan perasaan hancur. Hari itu aku menyadari kamu dengan
gampangnya mengusirku, aku menyadari bahwa sebenarnya kamu tidak membutuhkanku
lebih dari sekedar teman yang mengisi kekosonganmu. Malam itu, ketika kamu marah
besar terhadapku, aku ragu kisah kita berakhir seperti yang kita harapkan
Mungkin kamu bertanya, mengapa aku kerap
kali melampiaskanmu di dalam tulisanku. Karena aku, tak mungkin cerita pada
sahabat – sahabatku bahwa aku masih sangat mencintai kamu, karena aku tak
mungkin berkata aku bahagia mencintai kamu. Kalau saja mereka tahu, mereka
pasti menyuruhku untuk segera pergi, sedangkan di titik itu, aku masih sangat
mencintaimu.
:)
Kamu terlalu takut kehilangan gadis – gadismu, sedangkan kamu tak pernah takut kehilangan aku. Karena bagimu, untuk mendapatkan perempuan sepertiku, bisa kamu lakukan dengan jentikan jari. Karena bagimu, untuk mendapatkan teman senang-senang, yang bisa kaupeluk dan kaurangkul, bukanlah hal yang sulit dilakukan. Sayangnya, aku terlalu bodoh menyadari di awal. Aku tidak bisa sejahat untuk menganggapmu hanya sekadar teman senang-senang. Aku tidak bisa untuk tidak melibatkan perasaan dalam hubungan kita. Apalagi di dukung oleh caramu yang serius menatapku, caramu berkata cinta padaku, caramu memelukku dengan pelukan tidak ingin kehilangan.
Kamu terlalu takut kehilangan gadis – gadismu, sedangkan kamu tak pernah takut kehilangan aku. Karena bagimu, untuk mendapatkan perempuan sepertiku, bisa kamu lakukan dengan jentikan jari. Karena bagimu, untuk mendapatkan teman senang-senang, yang bisa kaupeluk dan kaurangkul, bukanlah hal yang sulit dilakukan. Sayangnya, aku terlalu bodoh menyadari di awal. Aku tidak bisa sejahat untuk menganggapmu hanya sekadar teman senang-senang. Aku tidak bisa untuk tidak melibatkan perasaan dalam hubungan kita. Apalagi di dukung oleh caramu yang serius menatapku, caramu berkata cinta padaku, caramu memelukku dengan pelukan tidak ingin kehilangan.
Aku tidak bisa menjadi jahat ketika aku
jatuh cinta padamu, meskipun dari awal kamu telah begitu jahat untuk
menjadikanku, bahkan memintaku bersabar disaat kamu memiliki sekian gadis.
Namun, sebenarnya, saat aku mengiyakan keinginanmu itu, hari itu juga
sebenarnya aku sudah menjadi setan jahat, yang cepat atau lambat akan menyakiti
hati gadis - gadismu. Hari itu, aku berpikir, sah-sah saja kamu memiliki banyak
gadis, karena pada akhirnya kamu akan tetap memilihku.
Setiap aku memilih mengakhiri,
melepaskanmu pergi, dan hidup dengan rasa sakit hatiku sendiri. Kamu berkata
kamu tidak ingin aku pergi. Aku yakin, itu hanyalah kalimat penghiburan semata,
karena kamupun juga kaget ketika tahu ternyata aku punya kekuatan sebesar itu
untuk meninggalkanmu. Kamu tentu begitu percaya diri bahwa aku tidak akan
memintamu pergi dan bertahan menjadi yang kesekian. Tapi, wahai Sayangku-yang-aku-cintai-karena-kelemahanku-itu,
aku ingin memberitahu padamu, rasa memiliki dirimu kian hari kian besar, rasa
ingin menghancurkan hubunganmu dengan setiap gadis yang kamu punya semakin
tergambar jelas di otakku, iblis dalam diriku kian menguat dan bertumbuh. Kita
mengawali semua dengan buruk, dan inilah saatnya aku mengakhiri semua dengan
baik.
Melepaskanmu pergi adalah keputusan yang
kupilih. Kamu berkata bahwa kamu tidak menginginkan ku pergi. Namun, nyatanya,
perkataanmu tidak terbukti sama sekali. Kamu tetap tidak terusik dan bisa
menganggap aku tidak pernah ada dalam hidupmu. Tapi, aku berjalan sendirian,
meninggalkan kamu yang di belakang, dan kembali menata hatiku yang telah
kauhancurkan. Jadi, aku tidak perlu berpanjang lebar, siapa yang sebenarnya sakit
di sini.
Aku tahu, Tuhan pasti menyembuhkanku.
Aku yakin, waktu akan perbaiki semua. Apa kamu penasaran mengapa aku bersedia
bersabar denganmu?
0 comments:
Post a Comment