Kembali lagi, aku dipertemukan dengan sorot mata itu. Tenang, teduh, namun ada setitik kegelisahan disana. Tanganmu kosong, mengayun bebas seirama langkah kakimu. Dan wajahmu terlihat lelah, aku tahu, pelajaran matematika tadi membuatmu tak bersemangat. Tapi, apa benar begitu?
Hey kamu, yang selalu menarik perhatianku, yang mengambil semua rasaku, bahkan disaat kamu tak pernah memberi jawaban atas pertanyaanku, aku selalu memberikan hati ini untukmu, berharap kamu mau menoleh ke arahku, bertegur sapa, dan berkenalan.
Selalu saja begini, aku hanya berani memperhatikanmu dari jauh, aku selalu merutuki diri mengapa aku tak punya sedikitpun keberanian untuk menyapamu?
Dan selalu saja begini, aku selalu menatap sedih melihat wajahmu yang tak semangat itu.
Aku tahu, matematika itu sulit. Tapi aku lebih tahu, merelakan hati untuk ditinggal orang yang kita sayangi itu lebih sulit daripada matematika.
Aku takkan memaksamu untuk kembali bersemangat, kembali ceria, karna aku tau kamu sangat menyayangi dia. Dia yang selalu kubenci karna menyia nyiakan orang berharga seperti kamu.
Drama cinta searah tanpa ujung itu memang selalu menyakitkan. Tiap pemerannya selalu merasakan sakit dan tak mau menoleh ke arah lain bahwa ada orang yang lebih menghargainya, lebih ingin membuatnya bahagia, dan lebih lebih lebih.
Tuhan itu adil, hanya aku saja yang menutup mata atas keadilan itu. Aku terlalu egois untuk memperhatikanmu dan berharap :)
0 comments:
Post a Comment