Check this out!
At
Train Station
Genre:
Hurt, Romance
Disclaimer
: Detective Conan © Aoyama Gosho
At
Train Station © Toge Hattori
Pairing
: ShinRan
Warning
: Abal, OOC, Ran’s POV, Typo, de-el-el
DON’T LIKE, DON’T READ!
Hari ini masih menjadi bagian awal dari bulan Juni,
awal dari semester baru dan bagian awal juga untuk menjadi seorang siswi SMA.
Bukankah terlalu awal juga jika disaat seperti ini sudah ada masalah yang
datang?
Sekolah
itu merepotan
Itu yang terlintas di otakku saat telingaku
menangkap berita bahwa ada anak SMA yang terjun dari atap gedung karena patah
hati. Bukankah itu terlalu over? Apakah sebegitunya jika cintamu ditolak atau
bahkan dikhianati? Hey! Hidupmu terlalu berharga untuk dikorbankan demi sesuatu
yang dinamakan cinta atau sebutlah itu patah hati.
Aku
bosan
Itu yang kurasakan saat ini. Aku lelah dengan
semuanya. Oh ayolah! Ini begitu tak adil bagiku. Aku telah menunggunya. Dan,
inikah balasannya? Sepertinya, untuk sementara, aku tak mau waktu
mempertemukanku dengannya di ..-sekolah. Kenapa? Karena dia kakak kelasku. Caranya?
Bolos. Ya, itu keputusanku sekarang.
Aku membulatkan tekadku untuk membolos. Terdengar
sangat berlebihan? Maklumi saja, karena ini adalah bolos pertamaku. Jadi,
anggaplah semua kelakuan overku ini sebagai hal-yang-wajar.
Aku mulai membalikan arah langkahku yang tadinya
menuju sekolah yang sering disebut SMA Teitan atau kerennya Teitan Senior High
School. Sekolah ter-elite ke-3 di Jepang. Banyak orang yang ingin diterima di
sekolah ini. Sedangkan aku? Aku yang sudah diterima malah membolos seperti ini.
Hah! Yasudahlah, toh ini baru yang pertama
.
.
-At
Train Station-
.
.
Langkahku sampai disebuah stasiun kereta. Segera
saja aku membeli tiket dan segera juga aku masuk gerbong kereta yang cukup
bersih itu. Digerbong ini, sepertinya
hanya aku yang berstatus siswa SMA. Jadi, tak ada satu pun yang berseragam. Kereta ini sepi.
Aku melihat kea rah luar, ku topang daguku dengan
tangan berkulit pucatku. Memang, pemandangan yang ku lihat sekarang adalah
pemandangan yang rutin ku lihat setiap harinya. Tapi anehnya, aku menikmati
pemandangan ini seolah ini tak pernah ku lihat. Mataku tetap terpaku ke arah
luar, sementara tanganku mengeluarkan kotak makan siangku dan memulai semacam
piknik sederhana.
“Hei, kau Ran Mouri?”
Deg!
Ada
yang mengenaliku?
Spontan, aku menghentikan piknikku sejenak dan aku
mulai menoleh ke arah suara berat tadi. Sepertinya aku kenal suara ini. Suara
ini milik ….
“KUDO SENSEI? KENAPA DISINI?” aku kaget to the max saat melihat orang itu.
Seorang pemuda berkulit putih, dengan rambut depan yang spike dan bagian belakangnya tertata rapi. Dia, orang yang ku kenal
selama 2 minggu ini. Dia guruku. Tepatnya, mantan guruku. Yaa, dia anak
kuliahan yang sedang praktek mengajar dikelasku
-sampai kemarin-
“Jawab aku. Kamu Ran Mouri kan?” tanyanya penuh
selidik
“Iya ..” aku hanya mampu menunduk. Menyembunyikan
wajahku darinya.
“lalu? Apa yang kamu lakukan disini?” tanyanya lagi.
Aku rasa guru yang ku panggil Kudo ini terkena kepo.
“Jalan – jalan” jawabku santai, lalu segera pergi
dari guru kepo ini
TUNGGU!!
Teriakan itu membuatku menoleh ke belakang dan lihatlah! Guru kepo ini memegang tanganku seperti di drama tv!
Teriakan itu membuatku menoleh ke belakang dan lihatlah! Guru kepo ini memegang tanganku seperti di drama tv!
“Sekolahmu bagaimana?” ingin rasanya aku menggunakan
karateku saat dia mulai bertanya lagi.
“Kamu apaan sih? Kamu bukan siapa – siapaku –“
“Aku gurumu!” potongnya cepat
“Ya, itu sampai kemarin. Dan sekarang sudah selesai!
Biarkan saja aku” dan aku mulai membentaknya.
“Gak bisa! Well, kita akan turun di stasiun
berikutnya dan membawamu kembali”
“No way!” aku sudah meneriakinya sekarang. Ayolah,
meski penumpang gerbong ini tak banyak, aku tetap ingin menghilang sekarang.
Kenapa? Aku menjadi bahan tontonan di gerbong ini.
“Sekali saja boleh kan? Selama ini aku anak yang
rajin,” lanjutku
“a-aku, aku terlalu lelah dengan banyak hal.
Sekolah, cinta, dan lainnya” aku mulai menunduk dan hampir menangis
…
Mungkin kalian bertanya – tanya. Kenapa aku
sekarang? Oke, akan kuceritakan.
Aku seperti ini karena kakak kelasku, Tomoaki
Araide. Karena Araide-nii, aku berusaha keras agar masuk sekolah yang sama
dengannya –SMA Teitan- Hasilnya? Aku lulus dengan nilai yang sangat baik
ditambah lagi hasil dari test masuk, aku terbaik kedua. Aku. Sangat. Senang. Aku tak sabar menunjukan hasil ini ke
Araide-nii saat hari pertama sekolah. Ketika hari itu –hari pertama sekolah-
datang, aku begitu semangat berangkat sekolah. Bahkan ketika baru saja aku
menjejakkan kakiku di SMA baruku. Dia –Araide nii- adalah orang yang pertama ku
cari.
Tapi …
Semua berubah ketika ..
“Ohayou
Ran-chan! Omedeeto! Oh yaa, Kochira wa Nami-chan,watashi no koibito ”
Kalimat itu seakan membunuhku
Kalimat itu merusak hari pertamaku
Kalimat itu membuatku kehilangan tujuanku untuk sekolah
At
Train Station
Hening.
“…”
“…”
“Kudo sensei,” aku memulai
Guruku –mantan- yang ku panggil Kudo itu hanya
menatap kuu. Tatapan matanya seolah menyuruhku melanjutkan kata – kataku.
“Kudo sensei, bolehkah aku cerita padamu? Aku
lelah,” aku kembali menunduk, ingin menangis rasanya.
Grep!
Mataku terbelalak. Apa ini? Kudo sensei memelukku?
“Ceritakanlah. Dan panggil aku dengan namaku,” Kudo
sensei makin mengeratkan pelukannya.
“Shinichi sensei?” aku mendongakan kepalaku
“tanpa embel – embel sensei.”
“tak apa kah?” aku masih mendongak.
“…” dia tak menjawab
“baiklah, Shinichi-kun,”
Aku mulai bercerita tentang Araide-nii yang
membuatku begini. Semakin aku bercerita, semakin erat terasa pelukan Kudo – hmm,
Shinichi.
Aku sedikit menjauh beberapa senti dari dada
bidangnya. Ku tatap wajahnya yang sedikit kabur akibat air mataku. Hey! Apakah
aku menangis?
Terlihat wajah Shinichi yang semakin dekat. Sangat
dekat hingga aku bisa merasakan nafasnya yang hangat yang membelai kulitku.
Mungkinkah? Aku hanya bisa menutup mataku, aku takut melihat semua. Semakin
lama, aku merasakan nafas Shinichi menuju kearah telingaku. Bibirnya, dengan
lembut menyentuh telingaku.
Dan ..
“Tenanglah, aku akan menemanimu sampai kau tenang,
Ran-chan”
Deg!
Mataku membulat. Kaget? Pastinya. Aku pikir akan
terjadi lebih. Argh! Aku mengacak – acak rambutku yang telah ku tata sangat
rapi sebelumnya. Ayolah Ran! Apa yang kau pikirkan? Shinichi tak mungkin
melakukan ‘itu’ dengan mu –mantan murid- apalagi di depan umum. Aku mulai
merutuki diri sendiri.
“Kamu mau kemana?” suara Shinichi membuatku berhenti
sejenak dari aktivitasku –merutuki diri-
“Kemana saja, asal jangan ke sekolah,” aku membuang
muka –muka frustasi- dari Shinichi
“Kamu kenapa? Frustasi banget ya?”
“eh? Oh! Tidak kok, Shin”
At
Train Station
Aku ini siswi yang rajin. Sejak SD aku tak pernah bolos.
Dan ini yang pertama kalinya. Tapi tetap saja, ini tak istimewa dan aku juga
tak hebat karna ini. Aku bahkan tak mendapat penghargaan karna ini. Haaah, aku
semakin tak mengerti apa tujuanku untuk hidup. Terdengar seperti orang bodoh
bukan? Aku rasa begitu. Aku begitu bodoh yang tak tahu hidupnya untuk apa,
tujuannya kemana. Tunggu! Apa aku seperti ini karna Araide-nii? Kalau iya, itu
berarti aku akan melewati 3 tahunku dengan perasaan seperti itu?
You?
Loser.
Seperti ada yang berkata begitu padaku? Ah, paling
itu sisiku yang ‘lain’. Setidaknya, kata – kata tadi membuatku malas memikirkan
3 tahun galauku.
Kata – kata tadi membuatku untuk MOVE ON
Kata – kata tadi menyuruhku untuk tidak berpikir
seperti itu seberapapun beratnya
Jezzz
~
Keretaku telah sampai di stasiun kedua. Langit
cerah! Gunam saat melihat langit Tokyo. Cerah itu membuatku yakin, Aku. Bisa. Tanpamu. Araide-nii
“Aw! Itu dingin Shinichi-kun!” aku kaget saat
sesuatu seperti tabung seng yang dingin menyentuh pipiku.
“aku pikir kamu haus. Jadi aku belikan,” Shinichi
tersenyum innocent ke arahku. Dia lalu memberiku sekaleng cola untukku.
“ta-tapi, aku lapar. Hehe” aku nyengir sambil memegangi perutku.
“apa? Kamu kan sudah makan tadi, Ran-chan?”
“tapi
gimana lagi? Aku lapar. Aku pergi dulu ya. Kamu tunggu disini,” aku beranjak
menuju toko makanan yang berjarak 300 meter (kira – kira) dari aku dan Shinichi
“kemana?” tanyanya khawatir.
“ke toko yang disana tuh. Tunggu ya!” aku pergi dan
melambai padanya
5
menit kemudian ..
Ah senangnya! Perutku serasa penuh dan tenagaku
seakan – akan cukup untuk 2 hari kedepan. Terlebih, untuk hari bolosku ini, aku
akan berjalan – jalan tanpa rasa capai pastinya. Tenang saja, aku tak melupakan
(mantan) guru kepo ku kok. Aku membelikannya sebuah bento, aku tak tau apa dia
suka atau tidak. Itu terserah dia mau menerima atau tidak.
Aku tetap berjalan, menenteng bento ini dengan wajah
riang, berjalan menuju tempatku berpisah dengan Shinichi beberapa menit lalu.
Tapi waktu sepertinya berjalan tanpa ijinku, ia membuat Shinichi pergi,
Shinichi … menghilang! Ia tak ada dimanapun. Seolah tenagaku ingin ikut
menghilang bersama Shinichi, lututku mulai melemas, ingatanku akan tempat ini
seolah – olah pergi … tempat ini begitu asing sekarang. Tak ada yang ku kenal.
“Ran! Apa yang kau lakukan! Cepat naikkk!” Shinichi
menarikku ke kereta yang nyaris pergi.
Yang benar saja, ditarik saat kereta mulai bergegas
membuatku seolah terbang memasuki kereta. You
know? It’s so strange.
“BISAKAH KAU MEMANGGILKU 3 MENIT SEBELUM KERETA BERGEGAS?
KAU MEMBUATKU HAMPIR MATI!” Ingin rasanya aku memukul laki – laki ini. Jika
saja dia melepaskan tanganku sedikit saja, aku mungkin sudah terlepas.
“Gomen, yang penting kau selamat sekarang. Hehe ..”
Dia menjawabnya dengan tampang innoncent yang membuatku semakin gatal ingin
memberinya sebuah jurus karate yang baru diajarkan senseiku kemarin.
“Terserahlah ..” Aku hanya memalingkan mukaku, kesal
rasanya. Dia menghilang tiba – tiba dan muncul lagi dengan anehnya. Bahkan
nyaris membuatku mati.
“Ini … bentomu, aku lama karna ini. Makanlah.”
Lanjutku lagi.
“Arigatou Ran-chan~! Itadakimasuuuuu” Shinichi, dia
(masih) dengan tampang innoncentnya.
“Selanjutnya kita kemana?” lanjutnya.
Aku terdiam. Ini sudah terlalu jauh dari sekolah.
Aku bisa saja terus ke stasiun – stasiun berikutnya. Tapi suatu saat, kereta –
kereta ini akan sepi, Shinichi juga takkan terus menemaniku. Semua orang yang
ada disini akan turun, Shinichi juga pasti akan turun. Lalu bagaimana denganku?
Aku tak mungkin terus pergi tanpa arah seperti ini .
“Aku akan ke sekolah” jawabku dengan senyum
“serius?”
“iya,” kubuat tatapanku seyakin mungkin.
“aku sudah lebih tenang kok” ku tunjukkan senyuman
khasku padanya.
“yasudah, aku akan menjutkan perjalananku, jika ada
masalah kau bisa mengirimiku email, aku pasti akan membalasnya” Shinichi
mengelus kepalaku dan memelukku sekejap.
“Hai!”
…
..
.
Haaaahh! Rasanya aku kembali bersemangat. Pelajaran
Bahasa Inggris besok terasa begitu ku nanti, aku tak tau mengapa, yang jelas
aku sekarang akan kembali pulang, kembali menikmati pemandangan dengan caraku
sendiri. Dagu ku kembali tertopang dan menghadap jendela, mengisi kejenuhan
saat sang kereta mengantarkan pulang.
Esok
harinya,
RAAANN!
Seorang cowok berlari kearahku dengan wajah
khawatir. Terlalu berlebihan gayanya, sehingga semua mata tertuju padanya.
Walaupun itu bukan diriku, tapi aku juga ikut malu
“Kamu kemarin kemana? Sakit? Kenapa gak masuk
kemarin? Aku ingin mengajakmu jalan – jalan kemarin.” Dan sudah ku tebak siapa
orangnya, seseorang yang membuatku sakit hati kemarin. Araide-nii.
Karna
kau tahu!
Jawabku dalam hati. Aku harus jawab apa sekarang?
Aku tak mau membuatnya merasa bersalah. Cinta memang tak bisa dipaksakan. Cinta
itu sebuah pilihan. Pilihan yang kita jatuhkan di seseorang yang kita percaya.
Dan itu, bukan salahnya untuk tidak memilihku.
“Ah, tidak apa kok. Aku ada urusan kemarin, sudah
ya, aku ke kelas dulu. Jaa!” Aku meninggalkan dengan senyum riangku.
Ku keluarkan handphone ku, mengetik sebuah email
yang diberikan padaku kemarin. Sepertinya, yang memiliki email ini akan senang
menerima email dariku.
Shinichi-kun!
Kau tau? Araide-nii, menyapaku dan mengkhawatirkanku. Padahal itu karnanya,
hihi :D”
Drrrtt,
Tuh kan, balasannya cepat sekali~
Hontou?
Dia sama sekali tak peka ya? Dasar .. orang bodoh!”
Aku tetap antusias mengetik balasan – balasan
selanjutnya. Dan ini takkan berhenti, aku ingin selalu memberinya kabar tentang
ku disekolah, tentang kehidupan remaja sekarang, psikis remaja dan banyak hal
lainnya. Aku lakukan ini semua karna ingin membantunya menjadi guru yang
mengerti apa mau muridnya. Dan semoga berhasil.
2
tahun kemudian,
Hari ini, Shinichi mengirimiku email. Dia bilang,
dia sudah menjadi guru dan akan mengajar disekolahku. Aku kini duduk dikelas 3
SMA dan sebentar lagi akan mengikuti ujian akhir. Ah, aku harap ia yang
mengajar dikelasku. Kata orang, waktu berjalan begitu cepat. Itu benar, aku
baru tersadar kalau aku menunggu Shinichi selama kurang lebih 2 tahun lamanya.
Mungkin, itu terjadi akibat kesabaranku menunggu Shinichi sangat besar daripada
kejenuhanku. Selama 2 tahun, aku hanya berpikir tak masalah seberapa lama aku
menunggu, asalkan Shinichi datang dengan senyumnya nanti, aku tidak apa - apa.
Kini, aku berada di stasiun saat Shinichi hampir
membuatku mati. Bila diingat lagi, aku ingin tertawa terbahak – bahak. Mau
gimana lagi? Shinichi saat itu sangat konyol sih.
Aaahh~
Angin menerbangkan topi biruku. Memang harganya tak
seberapa, tapi tetap saja, aku menyukai topi itu. Karna itu juga, aku mesti
berlari mengejar – ngejar topi layaknya anak kecil mengejar kupu – kupu. Dan …
aku berterimakasih sekali pada orang yang menangkap topiku ini, dan sepertinya
harus minta maaf juga karna topiku telah mengenainya.
“Ini punyamu?” seseorang pemuda menyodorkan topiku
sambil menunduk
“Iya, makasih dan maaf …” aku terhenti, entah
mengapa rambut pemuda ini begitu familiar bagiku. Spike dan bagian belakang
tertata rapi itu …
“Shinichi sensei?” aku menguncang bahu pemuda itu
“Nani?” pemuda yang kupanggil Shinichi ini
mengangkat wajahnya dengan senyum innoncent-nya. Hihi, kalian bisa bayangkan
seberapa imutnya dia.
“Aaaaa” Aku menghambur ke pelukannya dan berteriak
di dada bidangnya.
“Padahal aku berharap yang lebih romantis, lebih
berkenang” ia cemberut sebentar lalu mencium keningku
“justru yang unik seperti ini yang lebih berkenang
tau!” aku mengeratkan pelukanku seperti tak ingin lepas. Memang sebenarnya tak
ingin lepas sih. Haha :D
~Tamat~!
Well? What do you think? ;;)
Rise
and
Shine~
TogeHattori
TogeHattori
0 comments:
Post a Comment